Okebaik- Satu persatu kebobrokan Calon Gubernur Maluku Utara, Benny Laos selama menjadi Bupati Pulau Morotai pada periode 2017-2022, mulai terungkap di publik.
Keburukan BL sapaan akrab Benny Laos bukan diungkapkan lawan politiknya selama jadi Bupati di Morotai. Justru keburukan Benny Laos ini diungkap orang dekatnya sendiri, yakni Asrun Padoma.
Asrun Padoma merupakan Wakil Bupati yang mendampingi Benny Laos sebagai Bupati Pulau Moritai. Keduanya sukses meraih suara terbanyak pada Pilkada Morotai 2017 lalu.
Selama lima tahun Asrun Padoma mendampingi Benny Laos memimpin Pulau Morotai, Asrun merasa ada yang tidak benar dengan model kepimpinan Benny Laos. Bahkan Asrun menyebut model kepimpinan Benny Laos itu model kepimpinan penjajah.
Kesaksian mantan orang nomor dua di lingkup Pemkab Pulau Morotai itu disampaikan secara terbuka saat silaturahmi Cabup dan Cawabup Pulau Morotai, Rusli Sibua-Rio Cristian Pawane di Desa Koloray, Kecamatan Morotai Selatan, Selasa (17/09/2024).
Asrun mengaku, sebagai wakil bupati kala itu, ia merasakan betul perputaran ekonomi di Kabupaten Morotai mengalami masa-masa terpuruknya ketika Benny Laos pimpin Morotai sebagai bupati. Warga seakan mengalami semacam penjajahan.
“Kita saat ini sebenarnya dijajah. Kita dijajah secara ekonomi. Karena itu, penjajahan harus kita hapus di atas dunia karena memang perintah Undang-undang,” tegas Asrun dalam orasinya.
“Kalau anak-anak kita atau saudara kita yang ikut dalam barisan Benny Laos, maka mereka adalah bagian dari penjajah. Kalau mereka adalah penjajah, maka mereka tidak boleh hidup di Morotai karena mereka akan membunuh masa depan orang Morotai,” cecar Asrun Padoma.
Kabuaten Pulau Morotai, lanjutnya, sebelum dipimpin Benny Laos, begitu makmur, pertumbuhan ekonomi berjalan stabil. ASN dan honorer tak dapat lagi dibedakan karena kesejahteraan yang merata. Petani dan nelayan juga sejahtera karena hasil panen dan hasil tangkapan laku terjual.
Namun semua itu berubah drastis setelah Benny Laos dilantik sebagai Bupati Pulau Morotai.
“Dulu anak-anak Morotai yang sekolah di Jakarta dan Yogyakartaa itu aman-aman saja. Tetapi, sekarang banyak anak-anak Morotai yang berkuliah di Yogyakarta tapi karena ekonomi sudah tidak mampu dengan kepemimpinan yang zalim, maka kemudian suka atau tidak suka, mereka harus pulang dan selesaikan kuliah di Unipas. Beruntung masih ada Unipas di Morotai. Rusli Sibua-lah yang dirikan Unipas,” ujarnya.
Mirisnya lagi, kata Asrun, Benny Laos sebagai bupati bahkan menginjak-injak harga diri warga Morotai. Harga diri warga Morotai dianggap tak lebih murah dari harga seeokor sapi oleh Benny Laos.
“Waktu itu banyak yang hadir di situ, karena memang ada banyak pejabat yang dilantik. Dia (Benny Laos) bilang begini, ‘saudara-saudara orang Morotai ngoni (kalian) bicara soal harga diri tapi harga diri kalian itu harganya berapa? Harga diri kalian itu tidak lebih mahal dari harga seekor sapi.’ Dia yang bilang begitu. Jadi torang (kita) punya harga diri ini dia sudah injak-injak,” ungkap Asrun.
Asrun menekankan, Morotai ke depan membutuhkan pemimpin yang mampu melakukan perlawanan terhadap sistem pemerintahan yang menjajah.
“Jadi kami di sini menyampaikan untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah. Saya ini mantan wakil bupati, sebetulnya tidak boleh saya bicara seperti ini tapi kalau tidak disampaikan maka saya adalah bagian dari pengkhianatan 78.000 rakyat Morotai,” pungkasnya. (nmg)
Tinggalkan Balasan