Okebaik- Bawaslu Kota Ternate menggelar kegiatan berdiskusi bersama wartawan (Berkawan) yang berlangsung meeting room Cafe Uyo, Kelurahan Toboko, Kota Ternate, Selasa (12/11/2024).
Kegiatan ini dihadiri Ketua Bawaslu Kota Ternate Kifli Sahlan, Wakapolres Ternate Kompol Riki Arinanda, Sekretaris AMSI Maluku Utara Firjal Usdek beserta sejumlah jurnalis di Kota Ternate.
Kifli dalam sambutannya mengatakan, saat ini dalam mengawasi tahapan Pilkada serentak 2024, Bawaslu diperhadapkan dengan banyak tantangan. Salah satunya yakni penyebaran kampanye hitam, ujaran kebencian bernuansa SARA, serta hoaks di media sosial.
Untuk itu, dengan keterbatasan Bawaslu, pihaknya menganggap penting harus adanya kolaborasi dengan berbagai stakeholder seperti media atau jurnalis.
“Oleh karena itu kami berharap kerja sama dengan para jurnalis untuk menganalisis dan memberikan masukan kepada Bawaslu terkait informasi yang beredar di media sosial,” kata Kifli.
Kifli juga mengajak kepada para jurnalis untuk memiliki rasa tanggung jawab bersama-sama Bawaslu menjaga atmosfer perkembangan Pilkada Kota Ternate.
Berdasarkan analisis Bawaslu, saat ini sikap chauvinisme pada pemilih masih sangat kuat. Itu sebabnya, ada kelompok pemilih yang memiliki rasa kesukaan berlebihan terhadap satu pasangan calon tanpa memandang lagi track record atau visi-misi dan program yang ditawarkan.
Karakter pemilih yang semacam ini, lanjut Kifli, seringkali dimanfaatkan oleh pasangan calon untuk mengawal kepentingannya. Sebab itu, kepada rekan-rekan jurnalis, Kifli berharap agar pemilih bisa teredukasi lewat pemberitaan media sehingga iklim demokrasi pada Pilkada Kota Ternate bisa berjalan dengan baik.
“Kami berharap pertemuan ini tidak hanya cukup di sini, kami sangat menaruh harapan kepada teman-teman media untuk kelancaran Pilkada, baik Pilgub dan Pilwako di Kota Ternate,” pungkasnya.
Wakapolres Kompol Riki Arinanda dalam kesempatan itu menyampaikan, tugas polisi dengan jurnalis sebenarnya memiliki kesamaan.
Polisi dalam mengungkap suatu perkara pidana juga harus mengumpulkan bukti maupun memeriksa fakta-faktanya, demikian juga jurnalis dalam membuat pemberitaan.
Dalam hukum pidana, kata dia, pelapor itu belum tentu benar. Untuk itu, polisi menggunakan dua titik temu dengan mengoreksi pelapor juga terlapor.
Itu sebabnya, dia mengajak para jurnalis untuk bisa menjaga disiplin verifikasi dan tetap mengutamakan sumber yang terpercaya dalam setiap membuat berita.
“Rekan-rekan juga bisa melakukan verifikasi fakta, sampai sekarang orang menggunakan verifikasi fakta,” ucap Riki.
Sementara itu, Firjal Usdek menambahkan, bahwa isu negatif seperti hoaks, SARA, dan polarisasi menjadi paling krusial dengan indeks kerawanan yang tinggi.
Pada momentum Pilkada ini, kata dia, penyebaran isu negatif banyak dijumpai pada platform digital seperti Instagram, TikTok, dan Facebook. (kin)
Tinggalkan Balasan