Okebaik- Langkah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Maluku Utara yang melakukan silaturahmi dengan calon Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, dinilai sangat tendensius dan memiliki maksud politis terselubung.
Langkah lancung MUI Maluku itu mendapat kecaman dari Ketua Front Aktivis Muslim Maluku Utara Alan Ilyas. Menurut Alan, sebagai sebuah lembaga keagamaan yang independen MUI harusnya bisa menjaga diri agar tidak terjebak pada kepentingan politik praktis yang muarany amerusak akhlak umat.
Lebih lanjut Alan mengatakan, meskipun MUI, memiliki peran dalam mempromosikan perdamaian, toleransi, dan kerukunan antarummat beragama di Maluku Utara, Namun hal yang mesti diingat bahwa tugas MUI yang paling penting adalah menjaga keutuhan dan kemurnian ajaran Islam di Maluku Utara,” ujarnya, Sabtu (25/10/2024).
Menurut dia, MUI Maluku Utara harus bisa bersikap arif dan menahan diri karena bagaimana pun Sherly adalah calon gubernur yang saat ini tengah berkontestasi, sehingga kehadiran MUI bisa saja dimaknai sebagai bentuk dukungan kepada yang bersangkutan oleh masyarakat.
“Jika MUI Maluku Utara berniat bersilaturahmi dengan para kandidat, maka jangan hanya dengan Sherly. MUI juga harus bersilaturahmi dengan MK-BISA, Husain-Asrul dan Aliong -Syahril. Ini penting agar tidak menimbulkan kecurigaan bahwa MUI Maluku Utara sedang “bermain mata” dengan Sherly,” tukasnya.
Alan menambahkan, sebagai badan pembimbing, pembina, dan pengayom umat Islam di Maluku Utara, MUI diharapkan mampu memberikan kesejukan bagi ummat Islam.
Apalagi kondisi ummat Islam Maluku Utara saat ini tengah terbelah antara boleh atau tidaknya memilih pemimpin non muslim. Sebab salah satu Paslon diketahui beragama non muslim yakni Sherly Tjoanda istri dari mendiang Benny Laos.
“Terkait larangan memilih pemimpin non muslim ini, saya harapkan sikap MUI Maluku Utara harus tegas. Sebab MUI Pusat sudah mengeluarkan fatwa terkait larangan memilih pemimpin non muslim pada tahun 2016 lalu. Dengan demikian sikap MUI Maluku Utara tidak boleh berlawanan dengan keputusan fatwa MUI Pusat terkait hal tersebut,” urai Alan.
Alan bilang, Fatwa MUI sebagai organisasi keagamaan pada tanggal 11 Oktober 2016 mengeluarkan Pendapat dan Sikap Keagamaan. Fatwa MUI ini berdasarkan Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 yang secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin.
“Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib,” jelasnha.
“Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin,” pungkas Alan. ***
Tinggalkan Balasan