Okebaik – Langkah Ahmad Hidayat Mus (AHM) menuju Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Maluku Utara tahun 2024, berpotensi terjegal persyaratan calon saat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) nanti.

Pasalnya, kader Partai Golkar yang pernah dua kali ikut bertarung di Pilgub Maluku Utara, ini adalah mantan terpidana korupsi lahan Bandara Bobong, Kabupaten Pulau Taliabu.

AHM sebagaimana putusan peninjauan kembali (PK) dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut”.

Ia dihukum hakim tunggal PK dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sejumlah Rp200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

AHM juga dihukum pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2.503.903.000, dikompensasikan dengan sisa uang pengganti sebesar Rp Rp2.503.903.000, yang telah diserahkan ke kas daerah dalam perkara Nomor 3884 KIPid.Sus/2019 atas nama terdakwa Zainal Mus.

Menanggapi hal itu, akademisi hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Ternate, Iskandar Yoisangadji berpendapat, AHM memang memiliki hak mencalonkan diri pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Hanya saja menurutnya, ada prasyarat yang harus dipenuhi oleh semua pihak termasuk AHM dan nantinya memenuhi syarat atau tidak merupakan kewenangan KPU.

“Ada yang bertanya kepada saya, apakah beliau (AHM) bisa maju dalam pemilihan kepala daerah? menurut saya agak susah, sebab beliau pernah menjalani hukuman, dan untuk Pemilu di tahun 2024 ini beliau belum bisa maju dikarenakan tersandera putusan Mahkamah Konstitusi nomor 56/PUU-XVII/2019,” jelas Iskandar, Selasa (23/7).

Menurut Iskandar, putusan MK tersebut secara mutatis mutandis nampak pula pada PKPU Nomor 8 tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota pada pasal 14 ayat (2) huruf f.

Pada pasal 14 ayat (2) huruf f, menyatakan bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Ketentuan ini kata Iskandar, didalamnya terdapat tiga kriteria yang secara kumulatif harus dipenuhi setiap calon. Maksud dari salah satu kriteria yang sudah disebutkan, adalah mantan terpidana yang ikut mencalonkan diri sebagai kepala daerah harus memenuhi kriteria tersebut, harus dihitung setelah yang bersangkutan selesai menjalani pidana penjara sudah lebih dari 5 tahun atau belum.

Sebab itu pula, harus ada jeda waktu selama 5 tahun bagi mantan terpidana yang sudah menjalani pidana penjara untuk mengikuti calon kepala daerah (cakada).

“Olehnya itu saya berpendapat agak sulit, kalau ada yang berpendapat dengan menyatakan beliau telah bebas murni sehubungan dengan putusan peninjauan kembali yang telah diputus oleh Mahkamah Agung,” Iskandar Yoisangadji.

Iskandar yang juga praktisi hukum ini mengaku, sudah membaca putusan PK atas kasus korupsi AHM. Menurutnya, putusan tersebut hanya menyangkut dengan uang pengganti. Artinya, AHM tetap menjalani hukuman yang itu tetap melekat pada syarat calon sebagaimana telah ditegaskan, baik dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 56/PUU-XVII/2019 maupun dalam PKPU.

“Selain itu pada pasal 14 ayat 2 huruf k menyatakan tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pada syarat ini juga beliau tidak memenuhi, sebab ada putusan peninjauan kembali nomor 17 PK/Pdt.sus-pailit 2023. Tetapi sekali lagi ini kewenangan KPU, kami hanyalah bisa berpendapat secara normatif,” pungkasnya.

Terpisah, akademisi hukum UMMU Ternate, Hendra Kasim menyampaikan pendapatnya mengenai Pasal 14 ayat (2) huruf f PKPU Nomor 8 tahun 2024 ini.

Pasal tersebut kata dia, dapat dipahami jika salah satu syarat menjadi calon kepala daerah adalah tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih.

“Yang perlu digaris bawahi adalah, frasa yang digunakan adalah kalimat ‘ancaman hukuman’, bukan tuntutan JPU pada saat persidangan, juga bukan putusan pengadilan,” jelas Hendra Kasim.

Ancaman hukuman yang diberikan oleh undang-undang tersebut, lanjut dia, perlu dicek putusan pengadilannya, pasal berapa yang terbukti dihadapan persidangan, dan berapa tahun ancaman hukuman penjaranya.

Terpidana meskipun diancam dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih, tapi sudah bebas setelah menjalani masa hukuman terhitung sejak bebas sampai pendaftaran calon selama minimal 5 tahun, maka yang bersangkutan dapat mencalonkan diri.

Disamping itu, adapun syarat yang harus dipenuhi adalah menyampaikan secara jujur dan terbuka kepada publik melalui media massa terkait status yang mencalonkan diri adalah mantan terpidana.

Hendra bilang, norma tersebut dimaksudkan memberikan jeda minimal 5 tahun bagi mantan narapidana setelah bebas menjalani masa hukuman, untuk kembali bersama warga, berbaur, dan menjalani kehidupan sosial hingga mendapatkan penerimaan dari warga.

“Sehingga status sosialnya telah pulih kembali. Dari sinilah yang bersangkutan dianggap telah dapat kembali mencalonkan diri sebagai cakada,” Hendra Kasim.

Runut keadaan hukum tersebut, tambah Hendra, merupakan keadaan yang harus terpenuhi bagi mantan narapidana sebagai calon kepala daerah.

Sementara itu, Anggota KPU Provinsi Maluku Utara, Mukhtar Yusuf saat diwawancarai beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya belum bisa berkomentar banyak perihal status mantan terpidana AHM dan persyaratan pencalonan dalam PKPU Nomor 8 tahun 2024 ini.

Menurutnya, hal ini dikarenakan tahapan pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah, baru akan dilaksanakan pada 27-29 Agustus 2024 mendatang. KPU kata dia, tetap mengacu pada PKPU Nomor 8 tahun 2024, dan tidak dapat berasumsi di luar ketentuan tersebut.

“Nanti pada saat pendaftaran kita lihat, kita tidak bisa membatasi orang untuk mendaftar. Nanti setelah pendaftaran baru kami verifikasi administrasinya,” jelas Mukhtar.

Dari hasil verifikasi pendaftaran bakal calon, lanjut dia, barulah dapat diketahui bakal calon kepala daerah yang berstatus hukum, dapat atau tidaknya lolos persyaratan calon sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 8 tahun 2024.

PKPU tersebut telah mengakomedasi putusan-putusan dari lembaga-lembaga yang berwenang. Seperti putusan MK terkait dengan usia calon kepala daerah.

PKPU yang baru diundangkan tanggal 1 Juli 2024 ini, tambah dia, bakal disosialisakan oleh KPU Provinsi Maluku Utara. (tr01)

Oke Baik
Editor