Okebaik- Di usianya yang masih muda, Hardianti Gaus menorehkan sejarah sebagai orang pertama di keluarganya yang meraih gelar magister.
Hardianti meraih gelar tersebut setelah menyelesaikan pendidikan S2 di Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Khairun, Ternate, yang ia tempuh tahun 2022–2023.
“Ingin bahagiakan kedua orangtua,” kata perempuan yang konsisten mengenakan cadar ini, sembari selalu diberikan kemudahan.
Anti sapaan akrab anak kedua dari enam bersaudara itu, merupakan salah satu dari 48 wisudawan S2 Unkhair pada 20 April 2024 di Aula Banau Kampus I Unkhair, Kelurahan Akehuda, Kecamatan Ternate Utara. Total yang diwisuda, baik S1 maupun S2 sebanyak 856 orang.
“Saya mengambil konsentrasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP). Saya angkatan ke-8 dan khusus Ilmu Kelautan ada 6 orang yang sudah wisuda,” ungkap gadis berusia 26 tahun ini.
Selama studi S2, ia juga aktif di organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan diamanahi sebagai Ketua Bidang Ekonomi.
Anti lahir pada 4 Juni 1998 di Desa Ngokomalako, Kayoa Utara, Halmahera Selatan. Sebelum melanjutkan S2, Ia menyelesaikan pendidikan dasar (SDN 87 Halsel) di tanah kelahirannya, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darussalam Laromabati, SMAN 29 Halsel, dan S1 Program Studi PSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Unkhair yang ia selesaikan tahun 2021.
Gadis bercadar itu bukan berasal dari keluarga berekonomi mapan. Pekerjaan utama orang tuanya, Gaus Abdullah dan Nurjima Daim adalah petani kelapa yang diolah menjadi kopra.
Bila harga kopra turun atau musim kemarau tiba, Gaus rela meninggalkan anak istrinya di kampung untuk bekerja bangunan di Kota Ternate, bersama teman-temannya memasang jaringan listrik di sejumlah daerah dan menggali lubang untuk mencari batu Bacan saat batu Bacan populer.
“Saya tidak mendapat rezeki di batu Bacan, dan hampir tidak bisa pulang kampung. Hasil kerja saya di bangunan dan jaringan listrik langsung diambil oleh anak-anak saya yang kuliah di Unkhair dan AIKOM Ternate,” tutur Gaus.
“Waktu kerja bangunan, pernah pulang sudah larut malam dan pintu rumah sudah terkunci, saya makan malam dengan kelapa muda yang saya petik dari kelapa di belakang rumah. Lalu saya tidur di pangkalan ojek, tapi masih lapar sehingga saya berutang nasi kuning. Saat ada uang dan mau bayar, penjual nasi kuning itu tidak mau terima, katanya sudah mengikhlaskan,” kenang Gaus denga matanya berkaca-kaca.
Sementera istrinya yang biasa dipanggil Jima mengatakan, untuk menambah penghasilan agar anak-anak tidak putus sekolah, dirinya berjualan pentolan dan es di kampung dan sekolah.
“Gara-gara jual pentolan dan es, anak-anak SMP sampai SMA panggil saya Mbak,” kata Jima sambil tertawa lepas.
“Alhamdulillah rezeki lumayan, apalagi hari raya dan acara-acara tertentu,” tambahnya penuh rasa syukur.
Banyak orang yang kagum dan mengapresiasi keberhasilan itu. “Luar biasa,” ucap anggota DPRD Malut Ruslan Kubais saat terima undangan wisuda yang diantar langsung oleh Gaus di rumahnya.
“Dia pecahkan rekor sebagai orang pertama di dalam keluarga dan kampung yang meraih gelar magister,” kata Jufri, Asbur, Riato, Arifin, dan sejumlah mahasiswa asal Ngokomalako di Ternate.
”Anti dan orangtuanya dapat dijadikan contoh,” tandas M. Kubais M. Zeen, editor dan penulis Indonesia kelahiran Ngokomalako yang menetap di Kota Makassar. ****
Tinggalkan Balasan