Okebaik- Ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku Utara, Ishak Naser menyesalkan pernyataan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang menyebut pembahasan APBD 2024 terhambat akibat titipan pokir senilai Rp 400 miliar.
Politisi NasDem ini mengaku prihatin dengan pernyataan komisi antirasuah tersebut. Untuk itu, mantan pimpinan DPRD Malut ini mendesak pimpinan DPRD dan Gubernur Maluku Utara beserta jajarannya segera mengundang KPK, guna membicarakan masalah ini secara terbuka.
“Supaya kita bisa bicarakan secara terbuka, silakan eksekutif melakukan pembuktian di hadapan KPK, dan kalau bisa kita undang KPK biar jadi wasit,” ungkap Ishak Naser saat rapat paripurna penyampaian Ranperda APBD tahun anggaran 2024 di Kota Sofifi, Jumat (15/12/2023).
Ini penting dilakukan sehingga stigmatisasi, seperti memojokkan lembaga DPRD tidak terulang.
“Kita hormati apa yang disampaikan pemerintah daerah saat rapat koordinasi supervisi KPK, tetapi apa yang dijelaskan ke KPK menurut kami berlaku sepihak sehingga tidak memberikan ruang kepada DPRD,” urai Ishak yang juga Caleg DPR-RI Dapil Maluku Utara ini.
Ishak menegaskan, masalah seperti ini pernah terjadi dimasa kepemimpinan AGK sebelumnya, di mana Gubernur menyampaikan laporan ke KPK bahwa penyusunan APBD Maluku Utara syarat korupsi oleh DPRD.
“Tapi pernyataan itu sampai saat ini tidak dapat dibuktikan, sekarang tudingan itu kembali bergulir dengan formulasi yang sedikit berbeda,” cecas Ishak.
Ishak Naser mencontohkan kasus pada APBD-P 2023, bisa dikatakan pemerintah daerah sudah membohongi DPRD. Sebab, APBD-P yang disetujui sudah tepat waktu, dan tidak pernah mengalami keterlambatan.
Namun setelah kita mengkroscek ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kata Ishak, ternyata dokumen yang diajukan itu adalah dokumen yang dikerjakan secara manual, bukan berbasis sistem.
Akibatnya, seluruh program yang dibahas dalam APBD-P tidak terupdate ke dalam sistem, atas dasar inilah APBD-P tidak dapat dievaluasi oleh Mendagri. Akhirnya APBD-P tidak jelas dan tidak dapat dilanjutkan lagi.
Ishak mengklaim, molornya pembahasan RAPB disebabkan karena Bappeda menyerahkan dokumen manual ke DPRD. Sementara kerja-kerja seperti ini semuanya basis sistem (SIPD).
Bahkan, dokumen RAPBD dan KUA-PPAS hingga saat ini tak kunjung diserahkan ke DPRD.
“Terus kita harus jadikan ini sebagai pedoman dari mana? Jika dokumennya tidak ada,” cetus Ishak Naser.
Ishak menuding Pemprov Maluku Utara sengaja menutupi kekurangannya dengan melimpahkan kesalahan ke DPRD, sehingga penilaian publik seolah-oleh semua keterlambatan ini kesalahannya ada di DPRD.
Untuk pokir DPRD, kata Ishak sudah tuntas pada saat pembahasan rencana kerja pembangunan daerah (RKPD). Untuk itu, dirinya mempertanyakan pernyataan KPK, bahwa pokir menjadi ganjalan itu dari mana.
“Kalau sampai pokir menjadi masalah, berarti masalahnya ada di Bappeda. Sebab dokumen RKPD digodok oleh Bappeda, sehingga menurut saya jika kinerja Kepala Bappeda seperti ini maka diberhentikan saja,” kesal Ishak. ***
Tinggalkan Balasan