Okebaik- Polda Maluku Utara disebut-sebut enggan memberikan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada keluarga dan kuasa hukum 11 warga Maba Sangaji, Halmahera Timur, yang kini ditahan.
Penahanan itu terkait aksi protes warga terhadap aktivitas pertambangan PT Position di hutan adat Maba Sangaji.
Hal tersebut diungkapkan Wetub Toatubun, salah satu penasehat hukum warga Maba Sangaji, saat menyerahkan berkas keberatan di Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Rabu (23/7/2024).
Ia menilai sikap Polda Maluku Utara yang tidak menyerahkan salinan BAP sangat menyulitkan upaya pembelaan hukum bagi kliennya.
“Kami juga meminta kepada kejaksaan untuk segera meminta salinan BAP tersebut, sebab kami maupun keluarga tidak diberikan oleh Polda,” ujar Wetub sembari menyerahkan berkas keberatan kepada Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Richard Sinaga.
Wetub menjelaskan, tanpa salinan BAP, pihaknya dan keluarga tahanan tidak dapat mempelajari secara lengkap isi pemeriksaan yang menjadi dasar penahanan. Hal ini dinilai sebagai penghambatan dalam proses hukum yang transparan dan adil.
Sementara itu, berkas keberatan yang diserahkan Wetub diterima dan ditandatangani oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Richard Sinaga. Berkas tersebut akan dilaporkan ke pimpinan Kejati.
Sementara itu, aksi Kamisan kembali digelar di Landmark Ternate, Maluku Utara, Kamis (24/7/2025) sore. Kali ini, aksi dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kriminalisasi 11 warga Maba Sangaji, Halmahera Timur, yang mempertahankan tanah adat mereka dari aktivitas perusahaan tambang nikel.
Massa aksi yang tergabung dalam berbagai elemen membawa spanduk berisi tuntutan penghentian ekspansi tambang dan kriminalisasi warga. Mereka berdiri diam sambil memegangi payung hitam, sebagai simbol perlawanan senyap terhadap ketidakadilan.
Sehari sebelumnya, perwakilan FPUD telah menyerahkan dokumen keberatan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. Dokumen tersebut berisi permintaan evaluasi atas proses hukum yang menjerat 11 warga, serta desakan agar kejaksaan bersikap adil dan tidak berpihak pada kepentingan korporasi tambang.
Spanduk yang dibentangkan dalam aksi Kamisan bertuliskan “Industri Tambang Nikel Merampas Tanah Adat, Merusak Lingkungan!” dan “Pangan Bukan Tambang. Tambang Harus Tumbang” sebagai bentuk protes terhadap dampak lingkungan dan sosial dari industri tambang di Maluku Utara.
Kasus yang menimpa 11 warga Maba Sangaji dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan ruang hidupnya. Aksi Kamisan ini merupakan bagian dari serangkaian protes yang akan terus digelar hingga seluruh tuntutan dipenuhi. ***
Tinggalkan Balasan