Okebaik- Dugaan pelanggaran dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bobong senilai Rp173 miliar yang dikerjakan PT Wijaya Karya (WIKA) berlokasi di alun-alun, makin kuat.

Selain disinyalir belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) melalui SIMBG, di lapangan juga tidak terlihat adanya papan informasi PBG yang seharusnya dipasang sebagai bentuk keterbukaan publik.

Mirisnya, PT. WIKA ada BUMN yang harusnya memberikan contoh kepada pihak kontraktor lainnya.

Begitu juga pemerintah daerah seharusnya lebih pada memberikan edukasi kepada masyarakat seetial pembangunan harus memiliki PBG, dan jangan hanya tekan masyarakat namun pemerintah daerah harus lebih memberikan contoh yang baik.

Ketua Aliansi Pemuda Peduli Taliabu (AP2T), Sauty Jamadin menilai absennya plang PBG semakin mempertegas ketidakpatuhan.

“Setiap proyek wajib memasang plang sebagai informasi publik. Kalau tidak ada, publik patut curiga apakah PBG benar-benar sudah ada atau belum,” tegasnya

Padahal, lanjut Sauty, ketentuan pemasangan papan proyek maupun plang PBG merupakan bagian dari asas transparansi dalam tata kelola pembangunan. PP No. 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung mengatur bahwa setiap pembangunan harus memenuhi persyaratan administratif, termasuk persetujuan PBG. Tanpa plang, masyarakat sulit mengetahui legalitas dan keabsahan proyek.

Dia menjelaskan, ketentuan yang mengatur ketentuan ini yakni pasal 24 PP 16/2021: setiap bangunan harus memiliki PBG, pasal 115 PP 16/2021: pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara, pencabutan izin, pembongkaran, hingga denda.

“Jika kita merujuk pada UU No. 28 Tahun 2002 Pasal 46 dikatakan bahwa pelanggaran bisa berujung pidana kurungan 3 bulan atau denda Rp50 juta. Selain itu, Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mewajibkan keterbukaan informasi, termasuk pemasangan papan proyek di lokasi pekerjaan,” terangnya.

Pihaknya mendesak dinas teknis turun ke lapangan. “Kalau papan plang saja tidak ada, bagaimana masyarakat bisa mengawasi? Kami akan minta proyek dihentikan sementara sampai kejelasan izin dan plang PBG benar-benar ada,” ujarnya.

Sauty juga mendesak DPRD untuk segera panggil pihak PT. WIKA dan juga dinas terkait karena ini sangat vital tidak ada PBG.

“DPRD dan dinas teknis harus segera ambil langkah tegas. Jangan hanya masyarakat yang kalian tekan setiap pembangunan harus ada PBG,”tukasnya.

Menurutnya, lemahnya pengawasan pemerintah daerah menimbulkan tanda tanya besar. Seharusnya, proyek sebesar ini sudah diverifikasi penuh melalui SIMBG untuk menjamin aspek teknis, keselamatan bangunan, dan retribusi daerah.

“Bayangkan, retribusi yang seharusnya masuk kas daerah bisa hilang. Ini bukan hanya masalah administrasi, tapi potensi kerugian keuangan daerah. DPRD sudah seharusnya segera memanggil dinas teknis dan kontraktor untuk klarifikasi,” tambahnya.

Dia menyatakan bahwa pihaknya akan terus memantau karena ini juga bagian laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran tersebut.

“Kami sangat prihatin, karena proyek besar dengan anggaran ratusan miliar ini justru terindikasi tidak melalui prosedur resmi perizinan. Ini bisa menjadi bentuk pembangkangan terhadap aturan,” tegasnya lagi.

“Kita bicara proyek Rp173 miliar, bukan angka kecil. Kalau benar tidak ada IMB (PBG) dan SIMBG, maka ini bukan sekadar kesalahan administratif, tapi bisa masuk kategori pelanggaran serius yang merugikan daerah,” ujar.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Pulau Taliabu, Budiman L. Mayabubun saat dikonfirmasi mengatakan menelusuri hal tersebut dengan mengonfirmasi ke pihak terkait.

“Saat ini kami masih masuk penutupan masa sidang dan agenda reses. Jadi kami belum bisa turun pantau, tetapi nanti kami akan konfirmasi ke pihak PT. WIKA, Dinas Penanaman Modal/Perizinan Terpadu, untuk meminta klarifikasi. Kalau pun perlu turun langsung. Kami akan turun,” singkatnya. (sin)