Okebaik- Akademisi Hukum Universitas Nurul Hasan (UNSAN) Bacan, Suwarjono Buturu, S.H., M.H., mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Selatan (Pemda Halsel) untuk melakukan terobosan hukum melalui pembentukan Peraturan Desa (Perdes) tentang Ketertiban, Keamanan, dan Pengendalian Minuman Keras (Miras) di 249 desa yang tersebar di wilayah Halsel.
Menurut Kepala Program Studi Hukum UNSAN ini, langkah tersebut merupakan upaya strategis memperkuat peran pemerintah desa dalam menjaga stabilitas sosial dan ketertiban umum, sekaligus melindungi generasi muda dari dampak negatif peredaran dan konsumsi miras.
“Perdes merupakan instrumen hukum yang paling dekat dengan masyarakat desa. Melalui Perdes, pemerintah desa memiliki dasar hukum yang kuat untuk menegakkan ketertiban, keamanan, dan mengatur peredaran miras sesuai dengan kearifan lokal,” jelas Suwarjono, Sabtu (25/10/2025).
Ia menilai, keberadaan Perdes di seluruh desa di Halsel dapat memperkuat koordinasi antara aparat desa, kepolisian, dan Satpol PP dalam penegakan hukum di lapangan.
Namun demikian, ia menegaskan pentingnya kajian akademik dan partisipasi masyarakat dalam penyusunan regulasi tersebut.
“Penyusunan Perdes harus melibatkan masyarakat agar tidak hanya bersifat represif, tetapi juga edukatif dan berkelanjutan. Tujuannya bukan sekadar menindak pelanggaran, melainkan menumbuhkan kesadaran hukum agar tercipta kehidupan desa yang aman, tertib, dan harmonis,” ujarnya.
Selain itu, Suwarjono menilai bahwa terobosan hukum berbasis desa akan menjadi langkah inovatif bagi Pemda Halsel untuk mewujudkan daerah yang mandiri dan berkeadilan dalam pengelolaan keamanan serta ketertiban masyarakat.
Beberapa bulan terakhir, sejumlah desa di Halmahera Selatan dilaporkan mengalami gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) akibat maraknya peredaran dan konsumsi miras ilegal.
Penjualan dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh oknum warga, sementara pengawasan aparat desa masih lemah.
Akibatnya, konflik antarwarga hingga antar-desa kerap terjadi, terutama pada malam hari setelah pesta atau hiburan.
Sejumlah kasus di Desa Babang, Sayoang, dan Tawa, misalnya, berujung pada penganiayaan, perusakan fasilitas umum, bahkan korban jiwa, setelah kelompok pemuda yang dipengaruhi alkohol terlibat bentrok akibat salah paham.
Upaya mediasi di tingkat lokal pun tidak berjalan efektif karena pemerintah desa belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak pelaku maupun penjual miras ilegal.
Menyikapi hal tersebut, Suwarjono menegaskan perlunya sinergi antara Pemda Halsel, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan pemerintah desa untuk membangun lingkungan yang aman, tertib, dan bebas miras.
“Langkah pembentukan Perdes Ketertiban, Keamanan, dan Pengendalian Miras adalah solusi strategis menuju desa sadar hukum dan masyarakat yang berkeadaban,” tutupnya. (iky)








Tinggalkan Balasan