Okebaik- Warga Desa Sagea-Kiya, Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, yang tergabung dalam Koalisi Save Sagea kembali turun ke jalan pada Senin, 13 Oktober 2025.
Aksi ini menuntut penghentian total aktivitas tambang ilegal yang dilakukan oleh PT Mining Abadi Indonesia (PT MAI). PT MAI, yang merupakan kontraktor dari PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining, dituding beroperasi di atas tanah milik warga tanpa izin dan pemberitahuan yang jelas.
Aksi ini merupakan eskalasi dari konflik yang telah berlangsung selama dua bulan terakhir. Warga dengan tegas menolak aktivitas pertambangan yang melanggar hak-hak adat atas tanah dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.
Ketegangan mencapai puncaknya pada Minggu, 12 Oktober 2025, ketika sejumlah karyawan PT MAI diduga merusak dua unit kendaraan milik warga menggunakan alat berat perusahaan. Tindakan intimidasi ini memicu kemarahan warga yang semakin meningkatkan aksi perlawanan mereka dengan memblokade jalur operasional perusahaan.
“Sejumlah karyawan PT MAI diduga telah merusak dua unit mobil milik warga dengan menggunakan alat berat milik perusahaan. Tindakan ini memperburuk situasi dan memicu kemarahan warga yang hingga kini masih terus melakukan aksi blokade,” ujar Mardani Legayelol, Juru Bicara Koalisi Save Sagea, dalam pernyataan persnya.
Ancaman Serius terhadap Ekosistem Karst dan Budaya Lokal
Koalisi Save Sagea menekankan dampak jangka panjang operasi tambang terhadap lingkungan hidup, khususnya ekosistem Karst Sagea dan Telaga Yonelo (Talaga Lagaelol). Kedua area ini tidak hanya memiliki nilai ekologis penting, tetapi juga nilai budaya dan spiritual yang mendalam bagi masyarakat Sagea-Kiya.
Lada Ridwan, seorang tokoh masyarakat Sagea-Kiya, menyatakan, Karst Sagea itu adalah benteng kami, tempat hidup kami, dan sumber air kami. Kami tidak akan menerima jika tempat ini dirusak.
Begitu juga dengan Talaga Lagaelol yang tidak hanya menjadi sumber kehidupan warga, tetapi juga tempat yang menyimpan nilai budaya dan ritus-ritus leluhur kami yang masih kami jaga hingga hari ini.
PT MAI Diduga Melanggar Regulasi dan RTRW
PT MAI diduga melanggar sejumlah regulasi, termasuk Perpres 12/2025 dan Perda No. 3 Tahun 2024 tentang RTRW Kab. Halmahera Tengah. Wilayah operasi PT MAI berada di zona penyangga Kawasan Karst Sagea yang seharusnya diperuntukkan untuk konservasi dan penelitian. Selain itu, perusahaan juga diduga tidak memiliki izin-izin yang diperlukan, seperti PPKH dan PKKPRL, serta dokumen persetujuan lingkungan.
Tuntutan Warga Sagea-Kiya:
1. Hentikan seluruh aktivitas tambang PT Mining Abadi Indonesia di wilayah Desa Sagea-Kiya.
2. PT MAI bertanggung jawab atas kerusakan lahan warga dan kendaraan yang dirusak.
3. Pemerintah Halmahera Tengah dan Provinsi Maluku Utara mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin operasi PT Zhong Hai Rare Metal Mining Indonesia dan PT First Pacific Mining.
4. Aparat penegak hukum menindak kegiatan ilegal yang dilakukan oleh PT MAI.
Warga Desa Sagea-Kiya menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan hanya tentang tanah, tetapi tentang mempertahankan kehidupan, lingkungan, dan identitas budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Mereka tidak akan menyerah dalam melawan perusakan lingkungan dan pelanggaran hak-hak mereka. (ren)
Tinggalkan Balasan