Okebaik- Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesa (PMII) Cabang Sula, mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara (Malut), agar serius mengusut dugaan korupsi anggaran penanganan Covid-19 yang mencapai Rp35 miliar.
Ketua PMII Kepulauan Sula, Wahyu Umasugi menuturkan, dugaan korupsi anggaran Covid-19 ini sudah sejak lama ditengani Penyidik Kejari Sula, namun sampai sejauh ini tidak ada progresif yang terlihat.
Hal ini tentu menjadi pertanyaan bagi publik. Bahkan bisa saja ada kecurigaan publik, jika lembaga Kejaksaan ini tidak lagi profesional dalam menindak tegas pelaku korupsi.
Untuk itu, kata Wahyu, atas nama PMII Cabang Sula, ia mendesak Kajari Kepulauan Sula segera tuntaskan kasus dugaan korupsi anggaran Covid-19 tahun 2020, agar publik tidak menilai yang bukan-bukan terhadap lembaga Adhyaksa terkait dalam penanganan kasus korupsi.
“Sebab kita tau bersama, bahwa penenganan kasus dugaan korupsi Covid-19 oleh Kejari Sula ini bukan lagi hal baru. Kejari harus transparan agar tidak kejangkalan dalam persepsi publik terhadap lembaga penegak hukum itu buruk,” ketus Wahyu.
Kasus dugaan korupsi ini, lanjutnya, sudah pada tahapan proses penyelidikan, tapi entah kenapa kasus ini tidak lagi terdengar.
“Wajar kalau publik menduga Kejari Sula sudah berkonspirasi bersama pihak-pihak terlibat. Kenapa tidak, karena penenganan kasus dugaan korupsi tersebut, sudah hampir 4 tahun, berada di meja penyidik Kejari Sula, namun tidak ada kepastian apakah kasusnya sudah di hentikan atau belum. Padahal total alokasi anggaran Covid-19 tahun 2020 sebesar 46 miliar dan terealisasi senilai Rp. 34.361.118.248 miliar,” urainya.
Dari total anggaran yang terealisasi ada dugaan penyimpangan, seperti pada belanja alat pelindung diri (APD) pada Dinas Kesehatan yang sudah didistribusikan pada 13 puskesmas dengan nilai Rp2.696.168.400. Ada indikasi sebagian berita acara penyerahan tidak ditandatangani oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penyerahan APD, sementara realisasi anggarannya sudah 100 persen.
Selain itu, belanja APD khusus seperti masker untuk Dinas Kesehatan senilai Rp700.209.200. Faktanya, pengadaan masker yang ada ditaksir hanya senilai Rp 375.000.000 tapi anehnya ralisasinya anggaran sudah 100 persen.
Belum lagi ada sejumlah fasilitas perlengkapan ruang isolasi rawat inap pasien, seperti springbed 94 buah, dispenser 52 buah, kipas angin 92 buah, mesin cuci 2 buah, Parabola K vision 2 buah dengan biaya pemasangan, Resiver parabola 8 buah, dan TV LED 22 inci 30 buah yang sudah hilang.
Mirisnya lagi, ada juga dugaan korupsi seperti pengurusan dan pemulangan jenazah dari Rumah Sakit Umum yang dilaporkan biayanya mencapai Rp55 juta, tapi faktanya tidak semahal itu.
Penyediaan obat-obatan di RSUD senilai Rp 600.000.000, namun terjadi kelangkaan obat-obatan dan penyediaan kelengkapan fasilitas ruang isolasi pada RSUD Sanana senilai Rp86.250.000 yang terealisasi 96,42% namun fasilitas yang ada di ruang isolasi tidak sesuai dengan anggaran yang dibelanjakan.
Pembangunan ruang laboratorium Covid-19 di RSUD Sanana senilai Rp1.111.134.669 juga sudah terealisasi 100 persen tapi terlihat semua plafon berserakan di lantai
“Dari deretan fakta itu, kami mendesak kepada Kejari Kepulauan Sula untuk segara mengusut kasus tersebut. Apabila dalam waktu dekat tidak ada langka dari pihak Kejari Sula tentu kami akan melakukan gerakan aksi di depan kantor Kejari Sula,” ancamnya. (iss)
Tinggalkan Balasan