Okebaik- Langkah konyol yang dilakukan Salmin Janidi, sebagai Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Maluku Utara (Malut) versinya Plt Gubernur Malut, M. Al Yasin Ali untuk menadatagani dokumen APBD Tahun 2024, bakal berakibat fatal.
Hal ini ditegaskan partisi hukum Maluku Utara, Abdul Kadir Bubu.Menurut dosen Hukum Unkhair itu, langkah Salmin Janidi ini bisa berakibat hukum ke depannya. Bahkan, Salmin bisa dipidana karena tingkahnya ini.
Bagi Dade sapaan akrab Abdul Kadir Bubu, legalitas Salmin Janidi sebagai Plt Sekda versi Plt Gubernur Malut, M. Al Yasin Ali merupakan ilegal atau cacat demi hukum.
Sebab, Plt gubernur M Al Yasin Ali tidak memiliki wewenang mengangkat Plt Sekda. Apalagi memberhentikan Sekda Defenitif, Samsudin Abdul Kadir.
Wewenang memberhentikan Sekda defenitif, lanjutnya ada Presiden. Dengan begitu, keputusan M. Al Yasin Ali untuk mengangkat Salmin Jadinidi sebagai Plt Sekda adalah tindakan yang cacat wewenang.
“Karena cacat kewenangan, maka segala kebijakan yang dilakukan Salmin Janidi atas nama Plt Sekda merupakan tindakan yang tidak sah,” cetus Dade.
Bahkan seluruh berdahara dan pejabat yang diangkat, juga harus dikembalikan sebagaimana perintahnya KSN, BKN dan Mendagri.
“Kalau dia menyebut telah menandatangani pemgundangan peraturan daerah terkait APBD juga tidak sah. Mestinya ditandatangani pejabat defenitif. Bila ke depan ada pertanggungjawaban hukumnya maka ditanggung secara pribadi,” urai Dade.
“Sebagai akademisi, harusnya Salmin Janidi sadar dan tahu dirilah bahwa tidak bisa karena dia diangkat dengan wewenang yang salah. Mestinya dia memberikan pertimbangan kepada Plt gubernur untuk mengusulkan ke Mendagri kalau Sekda tidak lagi sejalan atau menghambat jalanya APBD, sehingga Mendagri berdasarkan wewenangnya mengevaluasi Sekda bila terbukti,” cecarnya.
Dirinya juga menila surat keputusan PLH dan Plt yang dikeluarkan dengan tanggal yang sama ternyata tidak sesuai dengan naskah dinas.
“Coba cek saja capnya, tidak sesuai dengan naskah dinas pada biasanya. Karena itu menurut saya patut diduga jangan-jangan surat ini palsu. Lapor saja ke polisi untuk melakukan klarifikasi apakah benar dikeluarkan pemerintah atau tidak,” ucapnya.
Di satu sisi, kebijakan mantan Buapati Halteng dua priode yang kontroversi ini dianggap sebuah kebohongan, karena ketika dicek di keputusan tidak ada sama sekali pertimbangannya, tidak merujuk bagaimana persetujuannya, yang ada hanya diucapkan saja.
“Menyampaikan ke publik itu perintah Mendagri tetapi di surat keputusan tidak tertera itukan bohongan yang nyata. Dan itu cara menjalankan administrasi negara yang keliru,” akhir Dade. ***
Tinggalkan Balasan